Orang seringkali tertipu dengan amal-amal ibadahnya sendiri; karena sangkaannya sendiri. Seperti orang yang menyangka (baca:
google_ad_client = "pub-4335781802185356";
google_alternate_ad_url ="http://www.shvoong.com/ads/?w=336&h=280&lang=ID&ch=6027556354+9006511930+6113587601";
google_adsafe = 'high';
google_ad_width = 336;
google_ad_height = 280;
google_ad_format = "336x280_as";
google_ad_type = "text_image";
google_language="ID";
google_adsafe = 'high';
google_ad_channel = "6027556354+9006511930+6113587601";
google_color_border = "FFFFFF";
google_color_bg = "FFFFFF";
google_color_link = "4242e8";
google_color_text = "000000";
google_color_url = "4242e8";
google_protectAndRun("ads_core.google_render_ad", google_handleError, google_render_ad);
merasa) dirinya sudah bersikap tawadhu kepada manusia lainnya. Padahal perasaan dan sangka-annya itu telah berubah menjadi ‘ujub yang sangat samar. Dalam hal ini pun Ibnu ‘Athaillah berkata, ”Barangsiapa yang merasa rendah hati (tawadhu), berarti ia benar-benar sombong. Sebab tidak mungkin seseorang itu merasa tawadhu kecuali ia merasa besar atau tinggi. Karena itu jika kalian menetapkan bahwa dirimu itu benar, maka kalian benar-benar sombong. Apabila kalian menetapkan diri bertawadhu padahal dirimu seorang besar dan tinggi, maka itu berarti dirimu benar-benar telah menjadi orang yang mutakabbir. Orang yang tawadhu bukanlah orang yang ketika bertawadhu merasa bahwa dirinya telah merendahkan diri. Tetapi seorang yang tawadhu adalah orang yang bila berbuat sesuatu merasa dirinya belum layak mendapatkan kedudukan itu.” (Al-Hikam, hikmah 238-239).Dikisahkan dalam kitab Durud-i-Qasimi, Imam Ali kw menerima seorang berandal yang telah bertaubat untuk menjadi muridnya. Belum lama murid itu belajar, Imam Ali berkata kepada murid-muridnya yang lain, ”Orang ini akan menjadi manusia suci sesudah ia meninggalkan tempat ini, dan kekuatannya tidak akan ada yang menandingi.” Imam Ali lalu meletakkan tangan kanannya di atas kepala murid barunya itu. Murid-murid yang lain saling bertanya di antara mereka sendiri; mengapa mereka tidak mendapat restu seperti murid baru itu sehingga dalam sesaat mereka juga dapat memperoleh barakah dari sang Imam.Imam Ali mengetahui kegelisahan murid-muridnya. Beliau berkata, ”Orang ini memiliki kerendahan hati dan karenanya aku dapat mengalirkan barakah ke dalam dirinya. Kegagalan kalian untuk berendah hati telah mempersulit kalian untuk menerima barakah, karena kalian menutup diri kalian. Jika kalian menghendaki bukti akan keangkuhan kalian, dengarkanlah apa yang akan kusampaikan ini: Orang yang rendah hati ini menganggap dirinya tidak dapat belajar tanpa jerih payah yang berat dan waktu yang lama. Akibatnya ia dapat dengan mudah dan cepat belajar. Orang yang angkuh menganggap dirinya sudah layak menerima barakah, padahal dirinya mungkin belum pantas untuk menerimanya. Memang menyedihkan menjadi manusia yang belum layak menerima barakah. Namun yang lebih menyedihkan lagi adalah manusia yang merasa bahwa ia adalah manusia yang rendah hati dan tulus, padahal kenyataannya tidak demikian. Tetapi yang paling menyedihkan dari semua itu adalah manusia yang tidak memikirkan sesuatu hal pun sampai-sampai apabila ia melihat orang lain, ia merasa dirinya jauh lebih unggul sehingga perbuatannya tidak terkendalikan lagi.” (Idries Shah, The Thinkers of The East).
Cahaya cinta itu datangnya dari surga..Qasehku Abadieselamanya sampai ke surga..itulah cahaya cinta ku buat mereka-mereka yang menghargaiku setulus dan seikhlas hati..
Tiada ulasan:
Catat Ulasan